-->

Kisah Cinta 40 Menit - Sebuah Pertunjukan Teater

 
Part 1
 
Part 2


Part 3






SINOPSIS PERTUNJUKAN, “KISAH CINTA 40 MENIT”




Peristiwa dalam pertunjukan ini terjadi di sebuah halte bis yang letaknya di pinggiran kota yang tidak seberapa ramai. Seorang pria dewasa sedang menunggu bis. Ia merupakan seorang penderita halusinasi auditori. Ia kerap mendengar bisikan suara-suara asing, dan di halte bis inilah ia mendengar adanya bisikan suara perempuan yang sedang bimbang dalam menilai diri ; apakah dirinya cantik? Kenapa tidak ada yang mengakui kecantikannya?


Bisikan itu bahkan masih saja hadir ketika muncul seorang pedagang asongan yang kebetulan sering dagang di halte bis. Mulanya pria dewasa ini mengira bisikan itu berasal dari si pedagang asongan. Namun setelah ia perhatikan seksama, ia tidak yakin suara itu dari mulut pedagang asongan tersebut. Hingga datang lagi seorang perempuan cantik yang kebetulan sedang menunggu bis pula. Pria dewasa itu pun langsung meyakini bahwa suara-suara yang berbisik di halte bis tersebut ialah milik perempuan itu. Kemudian berlangsunglah perkenalan, rayu-merayu yang hasilnya perempuan itu terbujuk oleh pria dewasa ini. Keduanya seperti larut dalam asmara.


Namun bisikan itu tiba-tiba muncul kembali. Pria dewasa ini jadi sadar bila suara itu bukan berasal dari perempuan yang di sampingnya ini. Maka ia pun malah balik mencaci-maki si perempuan hingga perempuan itu benar-benar marah dan pergi dari halte bis tersebut. Pria dewasa ini putus asa. Ia merasa gagal menemukan siapa sebenarnya pemilik suara-suara yang berbisik terus di telinganya tersebut.


Hingga muncul seorang pria muda di halte bis itu. Pria dewasa ini pun menyapa sebagaimana perkenalan biasanya, namun entah mengapa ia merasakan semacam kecocokan tertentu dengan pria muda tersebut. Dan perasaan ini pun menguat ketika pria muda itu menceritakan sekilas kisah hidupnya pada pria dewasa. Akhirnya pria dewasa ini meyakini bahwa nasibnya serupa dengan kisah hidup yang dialami pria muda. Mereka pun merasa sehati – dalam benak masing-masing, terbersit keyakinan bahwa mungkin memang mereka berjodoh.








KONSEP PERTUNJUKAN “KISAH CINTA 40 MENIT”


Manusia secara biologis memiliki ketertarikan seksual terhadap lawan jenis. Dalam ilmu pengetahuan biologi, setiap makhluk hidup dalam Kingdom Animalia (termasuk manusia modern ; Homo Sapiens) secara alamiah memiliki hasrat untuk melestarikan eksistensinya di dunia secara genetis. Dan itu hanya mungkin diwujudkan melalui interaksi antara lelaki dan perempuan dengan tujuan menghasilkan keturunan (fertile). Namun keseimbangan sistem tersebut dalam prosesnya bukan berjalan tanpa konflik. Upaya menghasilkan keturunan dalam dunia manusia pada akhirnya menjumpai persoalan ketika gejala-gejala abnormalitas itu muncul : seorang pria lebih tertarik pada pria yang lain atau ada wanita yang jatuh cinta pada wanita lain.


Bermula dari sinilah kami beritikad mengungkap fenomena abnormalitas seksual tersebut melalui pertunjukan teater, “KISAH CINTA 40 MENIT”. Kami berupaya menggali dan menemukan alasan paling logis mengapa fenomena tersebut bisa terjadi dalam diri seseorang sehingga berakibat 'hilangnya' hasrat alamiah makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan demi eksistensi genetis. Persoalan eksistensi dalam lingkungan sosial (pengakuan jati diri oleh yang lain) merupakan salah satu faktor kunci yang kami yakini menjadi pangkal bermulanya gejala-gejala tersebut. Sehingga menjadi logislah seseorang ketika eksistensinya secara sosial tidak terpenuhi, maka itu akan berkonsekuensi pada goyahnya identitas yang dimiliki. Kami tidak menganggap kelainan seksual sebagai sesuatu yang normal, layak diakui atau bahkan dilindungi UU, sebaliknya kami beritikad mengungkap alasan paling logis apa yang mempengaruhi seseorang sehingga ia memutuskan menjadi Gay atau Lesbi. Semoga hikmah yang dapat dipetik dari pertunjukan kami berguna bagi ilmu pengetahuan.


 



Kisah Cinta Empat Puluh Menit
Pengarang : Didi Arsandi
Sutradara : Aulia Prayogi Wibowo
Astrada : Ratih Putria


PARA PEMAIN
Rhamadona Edi Saputra - Lelaki Dewasa
Riki Putra Jumara - Lelaki Muda
Iin - Si Gadis
Sonya - Pedagang Asongan
Yunus - Pengamen
Valenti Jayani - Suara Wanita yang Berbisik






PROLOG :
“Telah kembali masanya ketika siang terbenam di malam yang panjang, perempuan menjadi pria bagi perempuan yang lain atau pria mencintai keperkasaan pria yang lain. Kini sudah banyak orang tidak kenal lagi apakah dia cantik atau tampan, apakah dia putih atau hitam. Dia adalah dia sendiri. Manusia tanpa predikat.”


ADEGAN 1


SEBUAH HALTE BIS DI SIANG HARI YANG TIDAK SEBERAPA RAMAI. TERDENGAR KLAKSON MOBIL, TERIAKAN KERNET BIS, PEDAGANG ASONGAN, LANGKAH SEPATU DAN TERIAKAN BEBERAPA ANAK KECIL.


MUNCUL SEORANG LELAKI DEWASA BERPAKAIAN RAPI SEPERTI PEKERJA KANTOR. SEJENAK IA TAMPAK MENUNGGU DATANGNYA BIS, LALU DUDUK DI POJOK KIRI BANGKU. BADANNYA TEGAP. IA LALU MENGELUARKAN KORAN DARI DALAM TAS. IA MEMBACA SAMBIL BERSIUL-SIUL. SETELAH MEMBUKA DUA-TIGA LEMBAR, IA MENDENGAR SAYUP-SAYUP SUARA ENTAH DARI MANA.


Suara ♀­ : Kemarin Yanti bilang saya cantik. Apa benar saya ini cantik? Bertahun-tahun jadi teman, kok baru kemarin Yanti bilang saya cantik. Ini kan aneh.


SUARA ITU SEPERTI MENYERGAP KEMBALI INGATAN SI LELAKI, IA PUN GELISAH DIBUATNYA.


Suara ♀­­ : Saya memang pintar bersolek. Di kamar, saya punya cermin selebar lemari. Di situ saya suka memandang tubuh sendiri sehabis mandi.


MULANYA LELAKI ITU TERHENYAK, KEMUDIAN MENCOBA MEMPERJELAS PENDENGARANNYA.
Suara ♀­ : (TERTAWA) lihatlah betapa Tuhan menganugerahi saya tubuh yang indah. Dada yang lembut, paha yang kenyal tanpa goresan. Lantas di mana kekurangannya?


LELAKI INI TERUSIK DAN MELETAKKAN KORAN, MATANYA SEBENTAR MENGAMATI SEKITAR. KEMUDIAN IA HANYA MENGHELA NAFAS DAN KEMBALI MEMBACA. LAGI-LAGI SUARA PEREMPUAN ITU MUNCUL, INI TERDENGAR BEGITU DEKAT, BEGITU JELAS.


Suara ♀­­­ :Kalau jelek bilang jelek, cantik bilang cantik. Jujur saja. Jangan simpan bangkai di antara kita.


PUSING JUGA LELAKI INI, SUARA ITU TERDENGAR BEGITU DEKAT NAMUN MASIH TIDAK TAMPAK BAGINYA SIAPA YANG BICARA. IA PUN BERDIRI DAN MELIRIK KE SANA-SINI.


Suara ♀­­­ : tapi begitulah, semua orang malah memusuhi saya. Kemana pun saya pergi saya dihina, dimaki dan diolok-olok. Saya dikucilkan. Saya dianggap najis yang mengotori kehormatan masyarakat beradab. Padahal apakah salah bila saya mencintai sesama? Tuhan yang memberikan saya rasa cinta. Apakah saya harus menyalahkan Tuhan karena diberi beban cinta seperti ini?






ADEGAN 2


MUNCUL SEORANG PEDAGANG ASONGAN YANG LANGSUNG DUDUK DI POJOK KANAN BANGKU. SI LELAKI DEWASA BURU-BURU MEMBENAHI POSISI DUDUK DAN MENGUSAP KERINGATNYA.


Pedagang Asongan : Mau beli rokok, bang? (LELAKI ITU MENOLEH DAN GELENG-GELENG SAJA, LALU KEMBALI KHUSUK MEMBACA) Kalau mau beli ketengan juga ada. Orang Indonesia, bang, biasanya nggak suka beli bungkusan. Ngirit! Begitu katanya. Padahal kalau mau ngirit, ngapain masih merokok. Apa abang mau beli bungkusan saja?
SI LELAKI LAGI-LAGI MENGGELENG. TAK LAMA TERDENGAR KLAKSON DAN REM ANGIN BIS. SI PEDAGANG MENENGOK KE ARAH SUMBER SUARA, SAYANG SEKALI, BIS TERSEBUT SEPERTINYA KEPENUHAN DAN TIDAK BERHENTI DI HALTE ITU. HALTE BIS KEMBALI SUNYI. SI LELAKI MEROGOH SAKU DAN MENGAMBIL SEBUNGKUS ROKOK, MENCABUT SEBATANG DAN MENEMPELKANNYA DI BIBIR. LALU KEMBALI MEMBACA. SI PEDAGANG HANYA DUDUK DENGAN LESU.


Lelaki Dewasa : Ada korek?
Pedagang Asongan : Abang mau beli?
Lelaki Dewasa : Ya iyalah, berapa harganya?
Pedagang Asongan : Cuma seribu rupiah.
PEDAGANG TERSEBUT MENYODORKAN SEBUAH KOREK PADA LELAKI INI. SI LELAKI MENYALAKAN ROKOK DAN KEMBALI MEMBACA, SUARA LIRIH PEREMPUAN TADI MUNCUL LAGI. KALI INI IA SEMPAT MENCURIGAI PEDAGANG ASONGAN DI SAMPINGNYA.


Suara ♀­­­ : Saya bahagia ketika Yanti mengatakan itu di depan teman-teman lain. Selama ini Yanti tidak pernah memuji siapa pun selain dirinya sendiri. Di mana pun ia berada, orang pasti terpesona. Sejujurnya saya iri, kadang saya merasa lebih baik dari Yanti. Tapi itu kan lumrah? Menurutmu apa saya ini lebih cantik dari Yanti?


LELAKI INI LALU BERDIRI DAN MEMPERHATIKAN SI PEDAGANG ASONGAN DENGAN SEKSAMA. PEDAGANG ITU PUN TERHERAN-HERAN DIBUATNYA.


Pedagang Asongan : Abang mau beli sesuatu? Haus? Aqua gelas ada.


SI LELAKI DUDUK KEMBALI DENGAN PUTUS ASA. KALI INI COBA MEMBACA BUKU DARI DALAM TAS, MEMASANG RAPAT-RAPAT TELINGANYA DENGAN HEADSET MUSIK. SUARA ITU MUNCUL LAGI.


Suara ♀­ : Saya memang punya wajah yang segar mempesona. Banyak yang bilang mata ini sebening berlian, kulit sehalus daun pandan. Tapi apa memang saya ini cantik? Apakah setiap orang yang memandang saya akan langsung jatuh cinta? Entahlah.
LELAKI INI MEMIJAT-MIJAT KENINGNYA, IA TAMPAK STRES. SUARA ITU TERUS MENGANGGU PIKIRANNYA.


Suara ♀­­­ : Kenapa semua orang tidak jujur kalau mereka sebenarnya mencintai saya? Saya hanya butuh pengakuan. Itu saja.


SI LELAKI MENCOPOT HEADSET, MEMBANTING BUKU DENGAN KESAL. SI PEDAGANG SEDIKIT TERSINGGUNG.


Pedagang Asongan : Kenapa dengan kamu ini, bang? Kayak udah berat betul hidup ini. Makanya mandi, bang!


SI PEDAGANG KEMUDIAN BERGEGAS PERGI DARI HALTE BIS TERSEBUT. LELAKI ITU PUN HANYA BERTEMAN BAYANG-BAYANG SENDIRI.




ADEGAN 3


TAK LAMA MUNCUL SEORANG GADIS CANTIK SEPERTI BARU PULANG BERKERJA, DUDUK DI POJOK KANAN BANGKU TUNGGU. GADIS INI TAMPAK BURU-BURU, SESEKALI MELIRIK JAM TANGAN. SI LELAKI TERKESIMA MENYAMBUTNYA. WAJAH LELAKI ITU SEOLAH BERCAHAYA MENGANDUNG SINAR BULAN PURNAMA. DUDUKNYA TERLIHAT LEBIH ELEGAN SAMBIL TETAP MEMBACA KORAN.


Lelaki Dewasa : Syukurlah, akhirnya kamu muncul juga. Awalnya saya pikir suara-suara tadi cuma khayalan kosong saya. Soalnya kok ada suara tapi orangnya tidak ada, padahal saya sudah mencari kemana-mana. Heran juga. (SI GADIS ACUH TAK ACUH SAMBIL SESEKALI MELIRIK JAM TANGAN) ternyata kamu benar-benar ada. Oh ya, memangnya si Yanti bilang apa saja?
Si Gadis : Saya?
Lelaki Dewasa : Iya kamu.
Si Gadis : Maaf, mungkin abang salah orang.
Lelaki Dewasa : Oh. Tidak. Tidak. Saya tidak mungkin salah. Adik pasti gadis yang tadi bisik-bisik di telinga saya.
Si Gadis : Maksud abang?
Lelaki Dewasa : Kamu kan yang tadi bilang, “Apakah saya cantik? Apakah saya cantik?” Suara itu suara kamu kan?
Si Gadis : Saya tidak pernah bisik-bisik pada siapa pun hari ini.
Lelaki Dewasa : Ah, tidak usah malu-malu, dik. Saya biasa kok menghadapi orang yang malu-malu.
Si Gadis : Saya masih belum mengerti.
Lelaki Dewasa : (TERTAWA) Mengaku sajalah. Saya tahu kok masalah apa yang buat kamu gelisah.
Si Gadis : Mungkin abang salah orang, coba diingat-ingat dulu. Saya sendiri tidak kenal siapa abang.
Lelaki Dewasa : Ingatan saya tidak mungkin salah, dik, soalnya baru lima menit yang lewat. Lima menit yang lewat! Mungkin adik yang lupa, bagaimana kalau saya bantu adik mengingat-ingatnya kembali?
Si Gadis : Tidaklah bang, lima menit yang lalu saya masih di kantor pos kok. Saya ingat betul hal ini.
Lelaki Dewasa : Tidak mungkin!
Si Gadis : Itu benar!
Lelaki Dewasa : Tadi itu suara-suara siapa kalau bukan kamu?
Si Gadis : Lho? Saya tidak tahu apa-apa, bang! Sudahlah, abang pasti salah orang!
Lelaki Dewasa : hmmm ... baiklah, mungkin memang saya yang salah orang. (MEMALINGKAN MUKA)


IA DUDUK KEMBALI. MENGURUT-URUT KENINGNYA DENGAN FRUSTASI. MUNCUL SEORANG PENGAMEN BERNYANYI DI SAMPINGNYA. SI LELAKI ACUH TAK ACUH.


Pengamen : Om, uangnya Om. Berapa aja deh, pasti saya terima.


IA MEROGOH UANG DARI SAKU SAMBIL MEMIJIT KENING SENDIRI.


Pengamen : Seribu ok. Lima ratus juga terima kasih. Lima ribu alhamdullilah. (LELAKI DEWASA ITU MEMBERIKAN SELEMBAR LIMA RIBU). Wuihhh ..! beneran lima ribu! Makasih Om. Makasih. Tenang saja Om, kalau ada yang macam-macam di sini, bilang saja pada saya! (MENEPUK-NEPUK BAHU SI LELAKI) Di halte ini memangnya siapa sih yang tidak kenal saya? Ya sudah ya, Om, saya mau ngamen di sana dulu. Permisi! (SI PENGAMEN BERGEGAS PERGI)


KEDUANYA SEJENAK DIAM. SIBUK MASING-MASING. KESIBUKAN HALTE BIS KEMBALI TERDENGAR.


Lelaki Dewasa : (BERDEHEM) kalau boleh, saya ingin berkenalan dengan adik. (SI GADIS MASIH CUEK, LELAKI INI PUN MENGULURKAN TANGAN) nama saya Fadly.
Si Gadis : (PELAN-PELAN MENOLEH) Saya Aryati.
Lelaki Dewasa : Nama yang cantik. Khas nama gadis-gadis jelita Indonesia.
Si Gadis : Terima kasih.
Lelaki Dewasa : Nama kamu jarang saya temui pada gadis-gadis yang sudah saya kenal. Biasanya mereka itu punya nama Angelina, Kristin, Rebecca, bahkan ada yang menamai dirinya Lady Diana. Benar-benar tidak tahu diri itu orang! Muka Bugis kulit Jawa kok punya nama Eropa. (TERTAWA) Makanya kali ini saya berani bilang nama kamu itu berbeda, orang tua kamu pasti cinta Indonesia ya? Dari namamu saja orang sudah bisa membayangkan kamu akan secantik apa.
Si Gadis : Ah, abang pandai memuji. Saya gadis biasa-biasa saja, bang.
Lelaki Dewasa : Biasa-biasa saja? Nggak kok. Kamu memang cantik, pantas menyandang nama itu.
Si Gadis : (TERTAWA) Abang pasti bohong.
Lelaki Dewasa : Kalau saya pintar bohong pasti saya sudah kaya raya, nggak hidup sendiri seperti sekarang ini. Saya orangnya jujur, cantik saya bilang cantik, jelek saya bilang jelek. Dan adik ini memang benar-benar cantik!
Si Gadis : Belum pernah ada yang bilang kalau saya ini cantik.
Lelaki Dewasa : Masak? Ah, saya sudah biasa bertemu banyak gadis yang malu mengakui kalau dirinya itu sebenarnya cantik.
Si Gadis : Saya bukannya malu, bang, saya cuma merasa tidak sebaik yang abang maksud.
Lelaki Dewasa : Kamu tidak usah malu. Yanti memang benar kok. Ia jujur ketika bilang kamu cantik. Berarti ada sisi-sisi lain yang tidak dimiliki Yanti, dan itu malah ia temui dalam dirimu.
Si Gadis : (BINGUNG) Siapa itu Yanti?
Lelaki Dewasa : (TERGAGAP) Oh! Maaf. Saya lupa kalau kamu tidak kenal Yanti. Tapi ya sudahlah, yang pasti kamu memang punya kecantikan yang alami, mungkin sudah bawaan sejak lahir.
Si Gadis : Tak baik memuji berlebih-lebihan, bang. Semua teman bilang saya biasa saja kok, dan saya sudah nyaman begitu.
Lelaki Dewasa : Hmmm . . . Kecantikan itu bukan dari omongan teman-teman. (MENDEKAT SEDIKIT KE SI GADIS) Kecantikan itu bergantung keyakinanmu sendiri.


SI GADIS CANGGUNG DIDEKATI, IA COBA MENGALIHKAN PANDANGAN.


Lelaki Dewasa : Kalau kamu sendiri sudah yakin bahwa kamu memang cantik, biarpun semua orang bilang kamu jelek, itu tidak akan berpengaruh. Kamu tetap cantik. (GADIS INI TAMPAK MULAI MENGANGGUK SETUJU) dan mungkin, hatimu pun baik.


LAGI-LAGI TERDENGAR SUARA BIS, NAMUN TIDAK JUGA BERHENTI DI HALTE BIS TERSEBUT. SI LELAKI SEMPAT BERDIRI, DUDUK KEMBALI.


Si Gadis : Abang lagi menunggu bis juga?
Lelaki Dewasa : Iya, saya mau pulang ke jalan Soekarno-Hatta. Kalau kamu?
Si Gadis : Oh, saya juga lewat sana, bang. Bedanya saya turun di jalan Tan Malaka.
Lelaki Dewasa : Kebetulan sekali kalau begitu. Kita bisa bareng.
Si Gadis : Ya, bisa bareng.
Lelaki Dewasa : Hmmm . . . kamu masih kuliah atau sudah berkerja?
Si Gadis : Saya tidak pernah kuliah bang, cuma punya ijasah SMA. Tapi saya sekarang sudah berkerja di dealer motor tak jauh dari sini.
Lelaki Dewasa : Ooo . . . jadi setiap hari PP (PULANG-PERGI) ya?
Si Gadis : Iya, sudah biasa, bang.
Lelaki Dewasa : Kamu yang luar biasa, sudah cantik, rajin pula.


KEDUANYA TERTAWA. OBROLAN BERLANJUT TANPA SUARA, YANG ADA TINGGAL NADA-NADA BAHAGIA. LANGIT SEOLAH TERANG-BENDERANG MERESTUI KERIANGAN MEREKA. NAMUN TIBA-TIBA TERDENGAR LAGI SUARA ITU.


Suara ♀ : Apa benar saya cantik? Ayolah, kamu harus jujur.


SI LELAKI TERHENYAK. ENTAH DARI MANA LAGI SUARA ITU MUNCUL.


Suara ♀ : Saya memang pintar bersolek. Di kamar, saya punya cermin selebar lemari. Di situ saya suka memandang tubuh sendiri sehabis mandi.


Si Gadis : Abang ini pandai sekali merayu. (GEMAS) Dasar!
Lelaki Dewasa : Semua laki-laki harus pandai merayu calon kekasihnya.
Si Gadis : (TERSIPU) Maksud abang calon?


Suara ♀ : (TERTAWA) lihatlah betapa Tuhan menganugerahi saya tubuh yang indah. Dada yang lembut, paha yang kenyal tanpa sedikit pun goresan. Lantas di mana kekurangannya?


PERHATIAN SI LELAKI LAMBAT-LAUN BERALIH. SEPERTI SUDAH AKRAB DENGAN SUARA-SUARA YANG TERUS MEMBISIKINYA TERSEBUT.
Si Gadis : Bang?
Lelaki Dewasa : (TERKEJUT) Oh ya, ada apa?
Si Gadis : Pertanyaan saya tadi.
Lelaki Dewasa : Pertanyaan apa?
Si Gadis : Hmmm . . . melamun ya? Itu, yang abang maksud tadi calon kekasih? Saya masih belum mengerti.


LELAKI ITU LAGI-LAGI ASYIK SENDIRI. KALI INI ADA RASA OPTIMIS YANG TERPANCAR DARI WAJAHNYA.


Lelaki Dewasa : Ya, saya memang punya badan yang bersih terawat. Banyak yang bilang mata ini sebening berlian, kulit sehalus daun pandan.
Si Gadis : Lho? Kok begitu jawabannya, bang?
Lelaki Dewasa : (KIKUK) Hmmm . . . anu . . . itu . . . anu . . . maksud saya. . .
Si Gadis : (SABAR) iya, maksud abang apa?
Lelaki Dewasa : Maksud saya . . . hmmm....
Si Gadis : Pelan-pelan bang, tidak usah malu begitu.
Lelaki Dewasa : Saya tadi bilang. . . . hmmm . . . (KESAL PADA DIRI SENDIRI) Astaga!
Si Gadis : Abang jadi grogi. Ada yang salah dengan saya, bang?
Lelaki Dewasa : Bukan! Bukan! Hmmm... maksud saya . . . (AMBIL NAFAS PANJANG) Baiklah, maksud saya, saya ini orang yang cantik! Ya! Itu maksud saya!
Si Gadis : Cantik?
Lelaki Dewasa : (GEMBIRA) Iya, saya cantik! Yanti sendiri yang bilang begitu pada saya.
Si Gadis : Laki-laki tidak mungkin cantik, bang. Cantik itu perempuan.
Lelaki Dewasa : Iya, saya memang cantik, itu wajar.
Si Gadis : Ah, abang melantur.
Lelaki Dewasa : (MENINGGI-JUMAWA) Saya tidak melantur! Dan mungkin saya harus jujur kalau kamu itu kurang cantik, mungkin juga kamu jelek!
Si Gadis : (TERSINGGUNG) Apa abang bilang tadi?
Lelaki Dewasa : Ya, saya cantik dan kamu jelek! Itu kata Yanti, sahabat saya sejak kecil. Dia yang paling cantik dalam kelompok kami.
Si Gadis : (BERDIRI) Ah, saya makin tidak mengerti!
Lelaki Dewasa : (IKUT-IKUTAN BERDIRI) Saya cantik dan kamu itu jelek! Apa lagi yang kurang jelas?
Si Gadis : (MENGGELENG-GELENG TAK PERCAYA) Maaf, saya yakin anda memang benar-benar salah orang! Saya tidak mengenali anda! ( IA PUN BERGEGAS PERGI MENINGGALKAN LELAKI ITU)
Lelaki Dewasa : Aryati! Aryati! kenapa kamu tidak jujur dan bilang kalau saya ini cantik? Aryati! Jawab dulu pertanyaan saya!


SI LELAKI TERDUDUK LESU DITEMANI BAYANG-BAYANG SENDIRI.


Lelaki Dewasa : (LIRIH) Saya hanya butuh pengakuan.


ADEGAN 4


TIBA-TIBA MUNCUL SEORANG LELAKI MUDA DARI ARAH SAMPING, KEMUDIAN DUDUK DI POJOK KANAN BANGKU. LELAKI SATU INI TAMPAK MEMBERSIHKAN WAJAHNYA DENGAN TISSUE, SESEKALI MEMERIKSA TELEPON GENGGAM. LAGI-LAGI WAJAH SI LELAKI DEWASA KEMBALI BERCAHAYA.


KALI INI TERJADI BASA-BASI SEDIKIT DI ANTARA MEREKA. SI LELAKI DEWASA SEMPAT MENAWARKAN ROKOK, NAMUN LELAKI MUDA INI TIDAK MEROKOK. SEMBARI DUDUK, BAHASA TUBUH MASING-MASING MENGISYARATKAN SEMACAM KEMIRIPAN TERTENTU.


Lelaki Dewasa : Perkenalkan, nama saya Fadly. (MENGULURKAN TANGAN)
Lelaki Muda : Oh ... saya Hafi.
Lelaki Dewasa : Hafi?
Lelaki Muda : Iya, Hafi.
Lelaki Dewasa : Nama yang indah.
Lelaki Muda : Masak?
Lelaki Dewasa : Iya! Bagi saya nama kamu cocok dengan penampilanmu. Seimbang.
Lelaki Muda : Ah, abang ini pandai bergurau.
Lelaki Dewasa : Sungguh! Keseimbangan antara nama dan penampilan itu penting.
Lelaki Muda : Apa kaitannya?
Lelaki Dewasa : Itu tandanya kamu secara lahir-batin siap untuk dikenali orang lain.
Lelaki Muda : Saya belum tahu hal ini.
Lelaki Dewasa : (SANTAI MELEBARKAN TANGAN DI SANDARAN BANGKU) Ya . . . kebetulan saya banyak membaca buku. Lagi pula, selain punya nama yang baik, kamu juga indah.
Lelaki Muda : Hmmm... (NYENGIR) Ya, sudah banyak yang bilang begitu.
Lelaki Dewasa : Saya memang bicara jujur. Kamu ini benar-benar indah.
Lelaki Muda : (TERSIPU) Terima kasih.
Lelaki Dewasa : (MENDEKAT) Saya serius. Kamu memang benar-benar indah.
Lelaki Muda : Hmmm... Saya hanya orang yang menyukai keindahan.
Lelaki Dewasa : Oooo .... (MENGANGGUK-ANGGUK)
Lelaki Muda : Menurutmu apa itu salah?
Lelaki Dewasa : Tentu itu tidak salah. Semua orang suka keindahan.
Lelaki Muda : Tapi tidak semua keindahan disukai semua orang.
Lelaki Dewasa : Oh ya? Keindahan seperti apa itu?
Lelaki Muda : (DIAM SEJENAK) Hmmm . . . pernah suatu pagi di hari minggu, saya berjalan seorang diri memasuki sebuah taman kota. Di sana banyak muda-mudi bersantai ria, mereka berpasang-pasangan. Laki-laki dan perempuan itu bergandengan tangan, bahkan ada yang berani berpelukan di tempat terbuka. Mereka terlihat begitu bahagia.
Lelaki Dewasa : Zaman sekarang hal-hal seperti itu sudah lumrah.
Lelaki Muda : Ya, bagi semua orang itu sudah sangat biasa. Tidak ada lagi yang mempermasalahkannya.
Lelaki Dewasa : Jadi keindahan seperti apa yang kamu permasalahkan? Semuanya baik-baik saja kan? Sepertinya tidak ada yang aneh.


SEJENAK TERDENGAR BEBERAPA DERU MOBIL YANG MELINTAS.


Lelaki Muda : (MENGHELA NAFAS) Ya, mereka semua tidak ada yang aneh. Mungkin, saya sendirilah yang aneh.
Lelaki Dewasa : Maksudmu?
Lelaki Muda : Setiap saya melangkah dan melewati pasangan-pasangan bahagia itu, hampir semua kekasih wanitanya menatap tajam kepada saya. Tatapan mata elang yang seperti ingin memangsa. Saya seperti ingin dicabik-cabik, mereka terlihat sangat ingin mengunyah jantung saya.
Lelaki Dewasa : Memangnya apa yang kamu lakukan?
Lelaki Muda : (GEMETAR) Entahlah. Saya ketakutan. Saya gemetar.


SI LELAKI MUDA TAMPAK MENJADI RAPUH, GEMETAR, ADA RASA TAKUT MENYELIMUTI WAJAHNYA YANG BERKERINGAT.


Lelaki Muda : Tidak semua keindahan disukai semua orang. Keindahan bagi saya, ternyata buruk bagi orang lain. Saya takut, saya dikucilkan, saya sendirian.
Lelaki Dewasa : (MENGHELA NAFAS) Baiklah, saya mengerti masalahmu.
Lelaki Muda : Saya hanya memandang mata setiap pasangan lelaki mereka, saya kagumi itu sebagai keindahan. Apakah salah bila saya mengagumi keindahan seperti itu?
Lelaki Dewasa : Tidak. Kamu tidak salah. Kamu tenang saja. (SEJENAK DIAM DAN MENARIK NAFAS DALAM) Bahkan saya pun menyukai keindahan seperti itu.
Lelaki Muda : Apa benar?
Lelaki Dewasa : Ya. (MENGANGGUK PASTI)


KEDUANYA SALING BERTATAPAN DAN TERSENYUM. PEDAGANG ITU TIBA-TIBA MUNCUL LAGI SAMBIL MENGOMEL DENGAN NADA TINGGI, DAGANGANNYA TAK LAKU LAGI.


Pedagang Asongan : Sial! Dagang seharian yang laku cuma korek! Gila! Sial amat hari ini! Masak yang beli cuma korek? (PADA KEDUA LELAKI) Permisi, bang, saya tadi duduk di sini!
Lelaki Muda : Silakan.
Pedagang Asongan : Entah kenapa dagangan saya di sini tidak laku-laku. Mungkin karena tempat ini memang sial! Seharusnya saya tidak berdagang di tempat beginian. Ini sih tempat kutukan! Sial!
Lelaki Muda : Yang sabar, mbak.
Pedagang Asongan : Sabar apanya!
Lelaki Muda : Kalau memang sudah jodoh pasti laku.
Pedagang Asongan : . (BERPIKIR) Hmmm.. mungkin juga ya. Kalau begitu, bagaimana kalau saya coba dagang di depan rumah sakit sana?
Lelaki Dewasa : Ide bagus itu.
Pedagang Asongan : Ya sudahlah. Permisi, bang.


SI PEDAGANG MELENGOS PERGI. KEDUA LELAKI TADI PUN MENIKMATI KEHANGATAN YANG MERAMBAT DI SELA-SELA BANGKU. MEREKA SALING MELIRIK, SALING MERAPAT, KEMUDIAN BERPANDANGAN PENUH ARTI. LELAKI MUDA ITU MENYANDARKAN BAHUNYA PADA LELAKI DEWASA. MUNGKIN SEBUAH CIUMAN AKAN MENGIRINGI TENGGELAMNYA MATAHARI DI SEBUAH KOTA METROPOLIS : PERADABAN YANG SERBA ABSURD.


The-End











Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email