Pemikiran Pendidikan al-Ghazali "Konsep Pendidik"
part 3
Konsep pendidik
Konsep pendidik
Pendidikan secara umum dipahami sebagai proses transfer knowledge. Dalam pendidikan terdapat komponen-komponen yang menjadi persyaratan sehingga ia bisa berjalan. Satu di antara komponen tersebut adalah pendidik. Pendidik dipa-hami dengan berbagai pandangan. Ada yang memahaminya sebagai pusat ilmu pengetahuan dan informasi dalam proses belajar mengajar. Ada pula yang mema-hami pendidik hanya sebatas fasilitator dalam proses belajar mengajar.
Samsul Nizar mengutip dari Ihya’ ‘Ulum al-Din memahami bahwa pendidik dalam pandangan al-Ghazali adalah orang yang berusaha membimbing, mening-katkan, menyempurnakan, dan mensucikan hati sehngga menjadi dekat dengan Khaliqnya.[1] Lebih lanjut lagi, Abuddin Nata telah merumuskan ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan menurut al-Ghazali yang dikutipnya dari tu-lisan Arifin, yakni:
1. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sen-diri.
2. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari peker-jaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi saw sedangkan upahnya dalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamal-kan ilmu yang diajarkannya.
3. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk men-dekatkan diri kepada Allah swt.
4. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawwa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
5. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji lainnya
6. Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan da-ya tangkap anak didiknya
7. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya
8. Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya, sehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya
9. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didiknya tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu.[2]
Dalam bukunya tersebut kemudian Abuddin Nata memberikan komentar terhadap rumusan konsep pendidik menurut al-Ghazali di atas.
Jika tipe ideal guiru yang dikehendaki al-Ghazali tersebut di atas dilihat dari perspektif guru sebagai profesi nampak diarahkan pada aspek moral dan kepribadian guru, sedangkan aspek keahlian, profesi dan penguasaan terhadap materi yang diajarkan dan materi yang harus dikuasainya nampak kurang diperhatikan. Hal ini dapat dipahami kare-na paradigma (cara pandang) yang digunakan untuk menentukan guru tersebut adalah paradigma tasawuf yang menempatkan guru sebagai figur sentral, idola bahkan mempunyai kekuatan spiritual, dimana sang murid sangat bergantung kepadanya. Dengan posisi seperti ini nampak guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Hal ini mungkin kurang sejalan lagi dengan pola dan pendidikan yang diterapkan pada masyarakat modern saat ini. Posisi guru dalam pendidikan modern saat ini bukan merupakan satu-satunya agen ilmu pengetahuan dan infor-masi, karena ilmu pengetahuan dan informasi sudah dikuasai bukan ha-nya oleh guru, melainkan oleh peralatan teknologi penyimpan data dan sebagainya. Guru pada masa sekarang lebih dilihat sebagai fasilitator, pemandu atau narasumber yang mengarahkan jalannya proses belajar mengajar.[3]
Jika dicermati secara mendalam pendapat Samsul Nizar di atas, dapat dipa-hami bahwa ia melihat konsep al-Ghazali tentang pendidik adalah dilihat dari su-dut pandang posisi pendidik itu sendiri dalam pendidikan, tetapi tidak melihat esensi pendidik itu sendiri. Jika dicermati secara mendalam sembilan poin yang dirumuskan al-Ghazali, maka kita dapat memahami akan nilai-nilai yang harus ada pada jiwa seorang pendidik. Sembilan poin tersebut berbicara tentang bagai-mana pendidik itu seharusnya mendidik peserta didik. Jika sembilan nilai tersebut benar-benar diamalkan oleh pendidik zaman sekarang dengan dukungan sistem pendidikan yang benar, maka out put yang dihasilkannya benar-benar memiliki ketakwaan yang tinggi dan intelektual yang mumpuni.
[1] Ibid. hlm. 88
[2] Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 213-214, mengutip tulisan M Arifin, filsafat pendidikan islam, jakarta: bumi aksara, cet 1, 1991, hlm. 87
[3] Ibid., hlm. 214-215
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email