Pemikiran Pendidikan al-Ghazali "Konsep murid"
part 4
Murid
Adanya pendidik tanpa adanya yang dididik menjadi tidak berarti. Bagaikan piring tanpa makanan, menyebabkan tidak berarti apa-apa. Seperti halnya pendi-dik, peserta didik atau murid dalam pandangan al-Ghazali juga telah dirumuskan konsepnya. Abuddin Nata mengenai hal ini mengutip tulisan dari Muhammad Athiyyah al Abrasyi sebagai berikut:
1. Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur. Hal ini seja-lan dengan pendapat al-Ghazali yang mengatakan bahwa menuntut ilmu merupa-kan perjuangan yang berat yang menuntut kesungguhan tinggi, dan bimbingan da-ri guru.
2. Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya sehuingga merupakan satu bangunan dengan murid lainnya yang saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang
3. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran
4. Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat saja, melainkan berbagai ilmu dan berupaya bersungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.[1]
Kemudian Abuddin Nata memberikan komentarnya terhadap konsep murid tersebut sebagai berikut:
Ciri-ciri murid yang demikian nampak juga masih dilihat dari pers-pektif tasawuf yang menempatkan murid sebagaimana murid tasawuf di hadapan gurunya. Ciri-ciri tersebut untuk masa sekarang tentu masih perlu ditambah dengan ciri-ciri yang lebih membawa kepada kreativitas dan kegairahan dalam belajar.[2]
Poin-poin di atas adalah sebuah gagasan yang sangat bagus tentang kedu-dukan murid dalam pendidikan. Nilai-nilai memuliakan guru, ukhuwah Islamiyyah dengan sesama teman kelasnya, dan bersungguh-sungguh dalam me-nuntut ilmu di zaman sekarang ini telah mulai tidak terdeteksi. Meskipun hampir di sekolah-sekolah di Indonesia sejak SD telah ditanamkan nilai-nilai menghargai guru maupun orang lain, namun faktanya remaja-remaja bangsa ini mengalami kebobrokan mental. Mulai dari bolos, tawuran, kerusuhan, hingga hilangnya ke-perawanan adalah ffenomena yang terang-benderang di tengah komunitas masya-rakat bangsa ini.
Kemudian Abuddin Nata memberikan komentarnya terhadap konsep murid tersebut sebagai berikut:
Ciri-ciri murid yang demikian nampak juga masih dilihat dari pers-pektif tasawuf yang menempatkan murid sebagaimana murid tasawuf di hadapan gurunya. Ciri-ciri tersebut untuk masa sekarang tentu masih perlu ditambah dengan ciri-ciri yang lebih membawa kepada kreativitas dan kegairahan dalam belajar.[2]
Poin-poin di atas adalah sebuah gagasan yang sangat bagus tentang kedu-dukan murid dalam pendidikan. Nilai-nilai memuliakan guru, ukhuwah Islamiyyah dengan sesama teman kelasnya, dan bersungguh-sungguh dalam me-nuntut ilmu di zaman sekarang ini telah mulai tidak terdeteksi. Meskipun hampir di sekolah-sekolah di Indonesia sejak SD telah ditanamkan nilai-nilai menghargai guru maupun orang lain, namun faktanya remaja-remaja bangsa ini mengalami kebobrokan mental. Mulai dari bolos, tawuran, kerusuhan, hingga hilangnya ke-perawanan adalah ffenomena yang terang-benderang di tengah komunitas masya-rakat bangsa ini.
[1] Ibid., hlm. 215-216 mengutip tulisan Muhammad athiyyah al abrasyi, al-tarbiyah akl-islamiyyah wa falasifatu7ha, mesir, isa al-babi al hababi, cet 3, 1975, h.273
[2] Ibid., hlm. 216
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email