PROLOG
*01.25 am*
Lenguh nafasmu masih terniang lirih di telinga ku.
Seperti dengus kuda yang mengerang lelah usai peperangan (kemarin).
Aku harap itu imaji liarku yang lupa kepada siapa aku berhadap, bukan.
Andai malam tak pernah pekat dan cahaya tak pernah lelap.
Tak kan pernah ku izinkan kau (meski sesaat).
Malam ini surga kau hadirkan.
Bersama gemintang yang melantun syahdu kau buat lupa siapa aku.
Di tepi sungai dataran rendah, di ujung jalan perkampungan.
Kau sudutkan aku dalam peluh keringatmu (hembus nafas yang terakhir).
Cinta tumbuh malam ini.
Menggelora hingga ubun-ubun jiwa.
Puncak kemenangan telah aku genggam.
Namun dendam tak-kan pernah hilang (karena dendam menyisakan dendam).
Aku menang.
Telah ku kembalikan NAMA itu.
Meski “rasa sakit” adalah-hal-yang harus kubayar.
Mungkin kalian bertanya tentang siapa nama? Sudahlah, aku tak ingin membahasnya.
Dan ku rasa, kalian_pun tak perlu tahu.
***
*02.15 pm*
Kini telah tiba saatnya.
Dan Aku menjemputmu.
Dengan cinta.
Kita lewati hari-hari esok seperti yang lalu.
Bahkan lebih dari itu.
Tanpa rahasia, tanpa dendam.
Lenguh nafasmu masih terniang lirih di telinga ku.
Seperti dengus kuda yang mengerang lelah usai peperangan (kemarin).
Aku harap itu imaji liarku yang lupa kepada siapa aku berhadap, bukan.
Andai malam tak pernah pekat dan cahaya tak pernah lelap.
Tak kan pernah ku izinkan kau (meski sesaat).
Malam ini surga kau hadirkan.
Bersama gemintang yang melantun syahdu kau buat lupa siapa aku.
Di tepi sungai dataran rendah, di ujung jalan perkampungan.
Kau sudutkan aku dalam peluh keringatmu (hembus nafas yang terakhir).
Cinta tumbuh malam ini.
Menggelora hingga ubun-ubun jiwa.
Puncak kemenangan telah aku genggam.
Namun dendam tak-kan pernah hilang (karena dendam menyisakan dendam).
Aku menang.
Telah ku kembalikan NAMA itu.
Meski “rasa sakit” adalah-hal-yang harus kubayar.
Mungkin kalian bertanya tentang siapa nama? Sudahlah, aku tak ingin membahasnya.
Dan ku rasa, kalian_pun tak perlu tahu.
***
*02.15 pm*
Kini telah tiba saatnya.
Dan Aku menjemputmu.
Dengan cinta.
Kita lewati hari-hari esok seperti yang lalu.
Bahkan lebih dari itu.
Tanpa rahasia, tanpa dendam.
Sila, kau ibarat kanfas tanpa noda. Sebelum kuas-kuas menggambarkan kisahmu dengan tinta merahnya darah, kau harus Terus belajar, dan tumbuh dewasalah. Kau tak perlu mencari siapa sanak famili, handai taulan atau kerabat. Kakek dari ayah atau nenek dari ibu. Sebab ayah dan ibu adalah anak dari alam. Kau tak perlu tahu, sebab di manapun kau berada, semua mahluk yang ada di sekelilingmu adalah saudara.Tlo.Mas, 17 Oktober 2012
Jaga dirimu baik-baik, anakku! Ingat pesan ayah, tak perlu kau mencari siapa mereka.
Untuk Ayah, juga untuk Ibu.
Maafkan ayah yang tak pernah bisa bersamamu hingga hari di mana kau tumbuh dewasa kelak. Maafkan ayah juga yang tak pernah bisa menemani tidurmu, untuk sekedar bercerita tentang dongeng "kisah anak alam yang terbakar dendam" yang sepagi tadi ayah janjikan.
Untukmu Amalia, Kau tak kan pernah tergantikan oleh siapapun.
Bahkan Tuhan sekalipun, Sekalipun! Sungguh!!
Maafkan Ayah, Sila;
Maafkan Aku, Lia.
By: Irvan Hadzuka
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email