Azaz-azaz Pembelajaran
Azaz pembelajaran merupakan prinsip-prinsip umum yang harus diketahui oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian diharapkan pengajaran yang diberika dapat membawa hasil yang memuaskan, dan dapat dipertanggungjawabkan secara didakttis-paedagogis. Azaz-azaz pengajaran tersebut akan dibahas dibawah ini:
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan, diharapkan, proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama pada siswa di tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat. Agar peragaan berkesan secaranyata, anak tidak hanya mengamatibenda atau model yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, akan tetapi harus mencapai berbagai segi, dianalisis, disusun, dan dibanding-bandingkan unntuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap.
Penerapan azaz-azaz peragaan dlam kegiatan belajar mengajar, menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan macam-macam alat peraga;
b. Meragakan pelajaran dengan berbuat, percobaan-percobaan;
c. Membuat poster-psoter, ruang eksposisi, herbarium dan sebagainya;
d. Menyelenggarakan karya wisata (IKIP Sby, 1984: 28)
Dasar psikologis penerapan azaz peragaan tersebut yakni; sesuatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan:
1) Peragaan langsung; dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan percobaan-percobaan yang bisa di amati oleh siswa;
2) Peragaan tidak langsung; dengan menunjukkan benda tiruan atau suatu model. Sebagai contoh: gambar2, boneka, foto, film dsb.
2. Minat dan Perhatian
Minat dan perhatian merupakan suatu gejala jiwa yang selalu bertalian. Seorang siswa yang memiliki niat dalam belajar, akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran yang diminatinya tersebut. Akan tetapi perhatian seseorang kadang kala timbul dan adakalanya hilang samasekali. Suatu saat anak kurang perhatiannya terhadap penjelasan yang diberikan oleh guru dimuka kelas bukan disebabkan dia tidak memiliki minat dalam belajar, boleh jadi ada gangguan dalam dirinya atau perhatian lain yang mengusik ketenangannya di ruang kelas atau guru kurang dapat memberikan teknik pengajaran yang bervariasi sehingga anak menjadi tidak tertarik terhadapa apa yang dijelaskan oleh guru tersebut.
Sebaliknya tidak semua siswa mempunyai perhatian yg sama terhadap pelajaran yg disajikan oleh seorang guru. Oleh karena itu diperlukan kecakapan guru unutk dapat membangkitkan perhatian anak didik.perhatian yg dibangkitkan oleh guru tersebut perhatian yang disengaja, sedangkan perhatian yg timbul dg sendirinya dalam diri anak disebut perhatian spontan.
Untuk membangkitkan perhatian yang disengaja, guru harus:
a. Dapat menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yg disajikan bagi siswa;
b. Berusaha menghubungkan antara apa yg telah diketahui siswa dengan materi yg akan disajikan;
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi belajar yg sehat;
d. Berusaha menghndarkan hukuman, dan dapat memberikan hadiah secara bijaksana.
Perhatian spontan dapat dibangkitkan dg cara:
a. Mengajar dg persiapan yg baik;
b. Menggunakan alat peraga sebagai media;
c. Sedapat mungkin menghindari hal-hal yg dianggap tidak perlu;
d. Mengadakan selingan yg sehat.
3. Motivasi
Dorongan yg timbul dr diri seseorang disebut motivasi, di mana seseorang memperoleh daya jiwa yg mendorongnya untuk melakukan sesuatu yg timbul dalam dirinya sendiri dinamakan motivasi instrinsik. Sedangkan dorongan yg timbul oleh adanya pengaruh luar disebut motivasi ekstrinksik.
Seorang anak yg didorong oleh motivasi instrinksik biasanya ia ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajarnya, sebagaimana dikatakan oleh para ahli psikologi “Instrinsic motivation are inherence in the learning situations and meeting pupil needs and purposes”. Sebaliknya bila seseorang belajar untuk mecari penghargaan berupa angka, hadiah, diploma, dsb berarti didorong oleh motivasi ekstinksik, oleh karena tujuan yang ingin dicapainya tersebut terletak diluar perbuatan atau disebut dengan “the goal is artificially introduced” (S.Nasution, 1982:80).
Seorang guru dapat memberikan bermacam2 motivasi ekstrinksik terhadap anak2 namun tidak semua motivasi itu baik bagi perkembangan jiwa mereka. Oleh karena itu seorang guru harus mengetahui dan memahami secara pasti kapan dan bilakah sebaiknya motivasi tersebut tepat diberikan, dengan kata lain motivasi yg bagaimanakah yg cocok diterapkan kepada diri anak. Sehubungan dg hal itu S. Nasution membedakan macam2 motivasi sebagai berikut:
a. Memberi angka; banyak anak yang belajar semata2 untuk mencapai atau mendapatkan angka yg baik, dg berusaha belajar segiat2nya. Angka yg baik bagi mereka merupakan motivasi bagi kegiatan belajarnya.
b. Hadiah; hal ini dapat membangkitkan motivasi yg kuat bagi setiap orang dalam melakukan suatu pekerjaan atau belajar sekalipun. Hadiah bagi pelajar dapat merusak jiwa mereka bila mana hadiah yg diinginkan tersebut dapat membelokkan pikiran dan jiiwa mereka dr tujuan yg sebenarnya.
c. Persaingan; faktor persaingan ini sering kali dijadikan sebuah alat untuk mencapai prestasi yg lebih tinggi di lapangan industri dan perdagangan dan jg di sekolah. Persaingan dapat mempertinggi hasil belajar anak bila mana dilakukan secara positif.
d. Tugas yg menantang (challenging); memberi kesempatan terhadap anak dalam memperoleh kesuksesan belajar bukan berarti mereka harus diberi tugas2 yg mudah saja, tetapi tugas2 yg lebih sulit yg diberikan kepada mereka merupakan tantangan dan merangsang mereka untuk belajar secara serius dalam memecahkan masalah yg mereka hadapi.
e. Pujian; pujian diberikan sebagai akibat pekerjaan atau belajar anak dapat memperolleh hasil belajar yg memuaskan. Pujian merupakan motivasi yg baik bila diberikan secara benar dan beralasan.
f. Teguran dan kecaman; digunakan untuk memperbaiki kesalahan anak yg melanggar disiplin atau melalaikan tugas yg diberikan. Teguran diberikan harus secara bijaksana dan dapat menjadikan anak menyadari kesalahannya.
g. Celaan (sarkisme); celaan ini secara psikologis dapat merusak jiwa anak antara lain; anak menjadi prustasi dalam belajarnya, dan timbul rasa dendam terhadap gurunya.
h. Hukuman: sama halnya dg celaan, juga dapat menimbulkan kekecewaan dalam diri anak dan perasaan dendam yg tidak mudah mereka lupakan.
4. Apersepsi
Ahli psikologi mendefinisikan apersepsi yaitu bersatunya memori yg lama dg yg baru pd saat tertentu. Seorang guru yg akan memberikan pelajaran terhadap muridnya terlebih dahulu mengetahui pelajaran yg telah mereka pelajari sebelumnya, sehingga setiap pengajaran di mulai akan terjadi keterkaitan antara bahan pelajaran yg lama dg yg baru. Bahan yg lama dapat diingat kembali sehingga dapat menimbulkan rangsangan dan perhatian siswa dalam belajar.
Guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai bahan yg akan disajikan atau belum, sehingga hal tersebut dapat dijadikan sbg titik tolak dlm memulai pelajaran yg baru. Oleh karena itu pengajaran harus maju secara bertahap agar penguasaan bahan yg lewat dapat dijadikan sebagai persiapan siswa dalam menghadapi pelajaran yg baru.
Untuk menerapkan azaz apersepsi ini dapat diikuti langkah2 sbg berikut:
a. Sebelum pelajaran yg baru dimulai, guru mencari titik tolak untuk menghubungkan pengetahuan yg telah dimiliki siswa;
b. Dalam menjelaskan pelajaran, dapat digunakan teknik induktif, yakni dr contoh2 menuju hukum2, dari hal2 yg khusus kepada hal2 yg bersifat umum, dan dr hal2 yg konkrit kepada hal yg bersifat abstrak (IKIP Sby, 1984: 27).
Dalam situasi yg aktual untuk dpt memperkuat struktur kognitif siswa dan mempercepat retensi informasi baru dapat digunakan bahan oengait yg disebut “Advance Organizer” yaitu materi yg mendahului kegiatan belajar yg tingkat abstraksi dan cakupannya lebih tinggi dan lebih luas dari kegiatan yg dilakukan (Ausubel dlm. Moedjiono, 1985: 5).
Sebenarnya model advance organizer tersebut identik dengan azaz apersepsi, tetapi tidak berisi informasi yg sama dg apa yg akan diajarkan oleh guru dan cakupannya lebih umum yg berfungsi sbg perantara dr apa yg telah diketahui oleh siswa dg apa yg akan mereka pelajari.
5. Korelasi dan Konsentrasi
Yang dimaksud dg korelasi di sini adalah hubungan antara satu mata pelajaran dg mata pelajaran yg lain yg berfungsi dapat menambah kematangan pengetahuan yg dimiliki siswa. Dg azaz korelasi, maka mata pelajaran yg satu dg yg lain diharapkan dapat menimbulkan konsentrasi siswa sehingga dapat membangkitkan minat dan perhatian mereka dalam belajar. Seorang guru hendaknya juga dapat menghubungkan pelajaran yg diberikan dengan realita sehari-hari atau dapat menggunakan metode unit agar anak betul2 mengikuti dg seksama terhadap pelajaranyg diberikan.
Adanya pemusatan tertentu dalam keseluruhan materi pelajaran dianggap penting agar perhatian dan kegiatasn siswa dalam mencari jawaban ttg masalah yg ereka hadapi. Untuk itu guru hendaknya dapat mengatur kondisi pengajaran sesuai dg perencanaan sehingga ada pemusatan atau konsentrasi tertentu dan dapat mendorong perhatian siswa untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu yg kelak digunakan dalam masyarakat.
Ada tiga tahapan dalam pelaksanaannya, yakni:
Tahap inisiasi; guru berusaha merangsang siswa melalui alat peraga yg dipakai untuk menarik perhatian siswa terhadap hal2 yg dijelaskan. Agar kelas dapat memilih topik permasalahan (sebagai contoh; bagaimana usaha ortu dalam menghadapi putra-putrinya yg menginjak masa remaja), maka dibentuk kelompok siswa yg masing2 kelompok diberi tugas2 tertentu.
Tahap pengembangan; pada tahap ini kelompok2 siswa tersebut diterjunkan ke lapangan/ masyarakat untuk mecari sumber atau data untuk dijadikan materi diskusi dalam kelompok. Hasil diskusi dilaporkan secara tertulis dan lengkap. Para siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, dan guru bertindak sebgai pendamping atau pembimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk bila diperlukan.
Tahap kulminasi sebagai tahap akhir setelah semua kelompok dapat menyelesaikan laporan yg mereka buat maka diadakan diskusi kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para peserta diskusi dapat memberikan tanggapannya.
Dengan adanya kondisi belajar ini siswa dilatih agar berfikir kritis dan teratur dalam mengeluarkan ide-idenya, dan juga dapat mengkonsntrasikan perhatian mereka pada masalah-masalah yg aktual dan berkaitan dg materi yg disajikan.
6. Kooperasi
Yang dimaksud dg kooperasi di sini adalah belajar atau bekerja bersama (kelompok). Azaz kooperasi ini sangat diutamakan dalam proses belajar mengajar, seperti belajar bersama/ kelompok, membuat alat secara kelompok, karyawisata dsb. Hal ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yg lainnya, juga hubungan guru dg siswa.
Belajar kelompok (kooperatif) dapat memberikan keuntungan2 terhadap siswa, antara lain;
a. Hasil belajar lebih sempurna bila dibandingkan, bila belajar secara individu.
b. Pendapat yang dituangkan secara bersama lebih meyakinkan dan lebih kuat dibandingkan pendapat perorangan.
c. Dengan kerja sama yang dilakkukan oleh siswa dapat mengikat tali persatuan, tanggung jawab bersama, rasa memiliki (sence of belonging), dan menghilangkan egoisme.
Ada beberapa jenis kerja yang menyediakan berbagai situasi di mana anak2 dapat berpartisipasi dan bekerja sama. William Burton membagi kelompok kerja tersebut antara lain;
a. Kerja kelompok, untuk memecahkan suatu problem/ proyek dengan urutan kerja; menganalisis masalah, pembagian tugas, melakukan kegiatan kelompok, penyelidikan dan kesimpulan.
b. Diskusi kelompok, diskusi di sini tidak sama dengan debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan masalah dan dapat menimbulkan berbagai pendapat (Burton dalam S.Nasution, 1982: 53).
7. Individualisasi
Azaz individualisasi pada hakikatnya bukan kebalikan dari azaz kooperasi. Azaz ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan siswa baik dalam menerima, memahami, menghayati, menganalisis, dan kecepatan mereka dalam mengikuti pelajaran yang diikuti oleh seorang guru. Di samping itu para siswa juga berbeda dalam bentuk fisik dan mental sekalipun terdapat banyak persamaan dalam beberapa hal. Oleh karena itu setiap proses belajar mengajar hendaknya guru menyesuaikan materi yang disajikan dengan kondisi siswanya. Sebaiknya dilakukan pengelompokan siswa agar bahan yang disajikan dapat disesuaikan dengan kondsi mereka masing2. Mungkin dapat dikelompokkan menjadi 3 miisalnya; kelompok A, kelompok B, dan kelompok C, sesuai dengan tinggi rendahnya kemampuan dan tingkat inteligensi mereka, dengan maksud akan terjadi kombinasi pengajaran klasikal dan pengajaran individual.
Ada beberapa teknik untuk menyesuaikan peajaran dengan kesanggupan individual, dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pengajaran individual; siswa diberi tugas yang disesuaikan dengan kemampuan masing2.
b. Tugas tambahan; siswa yang pandai mendapat tugas tambahan selain tugas yang bersifat umum, dengan demikian kondisi kelas akan tetap terpelihara dengan baik.
c. Pengajaran proyek; para siswa dapat mengerjakan sesuatu yang disesuaikan dengan minat dan bakat mereka.
d. Pengelompokan menurut kesanggupan; kelas dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kesanggupan mereka masing2.
Beberapa cara penggunaan sumber lingkungan untuk kepentingan pelajaran, yaitu:
a. Membawa para siswa ke dalam lingkungan luar kelas/ sekolah untuk keperluan pelajaran misalnya; karyawisata, servis proyek, school camping, interviu, dsb.
b. Membawa sumber2 dr masyarakat ke dalam kelas untuk kepentingan pelajaran, misalnya; resource person, benda-benda, dsb (S.Nasution, 1982: 134).
8. Evaluasi
Yang dimaksud evaluasi di sini yaitu penilaian seorang guru terhadap proses atau kegiatan belajar-mengajar. Penilaian tersebut bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana tujuan pengajaran yang ditetapkan dapat tercapai, di samping itu juga hambatan2 yang terjadi dalam proses belajar-mengajar tersebut. Penilaian ini tidak hanya dilakukan terbatas pada akhhir caturwulan, semester, atau akhir tahun, tetapi juga dapat dilakukan setiap akhir jam pelajaran. Hal ini sangat berguna bagi guru maupun siswa untuk mengetahui kemajuan hasil belajar-mengajar yang dilakukan.
Pelaksanaan evaluasi belajar siswa dilakukan pada dua aspek, yakni:
a. Aspek guru, dan
b. Aspek belajar siswa ( IKIP Sby, 1984: 36)
Evaluasi terhadap hasil belajar siswa dilakukan dengan menyiapkan hal2 sebagai berikut:
1) Tes atau ulangan dan ujian;
2) Mengetahui tujuan pengajaran yang telah dicapai;
3) Mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa;
4) Menunjukkan kelemahan metode/ teknik yang digunakan;
5) Memberi petunjuk yang lebih jelas tentang tujuan yang hendak dicapai;
6) Memberi dorongan kepada siswa untuk belajar dan giat.
Evaluasi terhadap hasil belajar dengan memperhatikan proses belajar dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Mengevaluasi hubungan antara hasil belajar dengan motivasi siswa;
2) Mengevaluasi kesanggupan siswa dalam melakukan transfer ilmu pengetahuan;
3) Mengevaluasi hubungan antara hasil belajar dengan kesanggupan berfikir, menarik suatu kesimpulan, ras solidaritas sosial, dsb.
Evaluasi terhadap kepribadian siswa dapat dilakukan dengan:
1) Mengetahui bio-data atau keterangan pribadi anak;
2) Situasi keluarga orang tua murid;
3) Sifat-sifat atau karakter anak;
4) Keistimewaan dan kekurangan yang mereka miliki.
Sumber Tunggal
Usman, Basyiruddin., 2002, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat Pers
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email